ALGA, SOLUSI ENERGI MASA DEPAN
OLEH : Mahasiswa Teknik Fisika UGM
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Seperti kita ketahui bersama bahwa
kebutuhan akan bahan bakar saat ini kian tinggi, dapat kita lihat bahwa
pertumbuhan kendaraan bermotor, mobil dan motor-motor bakar lainnya yang terus
meningkat tiap harinya. Hal ini tentu saja akan meningkatkan konsumsi terhadap
bahan bakar mesin atau motor tersebut.
Sayangnya bahan bakar tersebut
didominasi oleh bahan bakar yang berasal dari fosil. Ternyata bahan bakar jenis
ini bersifat tidak terbarukan atau suatu saat akan habis jika di gunakan
terus-menerus. Selain itu bahan bakar ini menghasilkan emisi gas CO2 yang
merupakan gas rumah kaca. Maka di butuhkan bahan bakar alternatif untuk
mengurangi bahkan mengganti bahan bakar fosil yang tak terbaharui
tersebut.Belakangan ini muncul bio-fuel sebagai salah satu alternatif untuk
mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.
Biofuel adalah bahan bakar baik
berupa padatan, cairan dan gas yang di hasilkan dari bahan-bahan organik, yang
juga disebut non-fosil Energi. Namun ternyata, dalam pengaplikasiannya biofuel
banyak mengalami kontroversi.
Biofuel atau bahan bakar yang berasal dari makhluk hidup yang
digadang-gadang sebagai energi masa depan malah mengalami kebuntuan. Bagaimana
tidak, penggunaan biofuel ternyata memakan banyak lahan pertanian.
Apalagi isu ketahanan makanan masih menghantui setiap Negara di dunia. Logika
kasarnya kurang lebihnya seperti ini, memikirkan makan saja susah malah lahan
untuk makan mau diambil buat bahan bakar.
Biofuel yang sudah bisa diproduksi masal ternyata harus memanfaatkan
lahan pertanian yang menghasilkan pangan.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apakah Biofuel cocok diterapkan di
Indonesia?
2.
Apakah kelebihan biofuel alga sebagai
sumber energi masa depan?
3.
Dapatkah
biofuel alga dapat mengatasi krisis energi di Indonesia?
1.3 Tujuan
1.
Mengetahui cara mengatasi krisis energy
di Indonesia.
2.
Mengetahui sumber energy yang ramah
lingkungan.
3.
Mengetahui potensi alga sebagai bahan
baku biofuel.
1.4 Manfaat
Paper ini bermanfaat untuk :
a.
Memberi solusi untuk mengatasi krisis energi
di Indonesia
b.
c.
d.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pemanfaatan Biofuel di Indonesia
Indonesia
sedang giat-giatnya mengembangkan industri biofuel dengan memproduksi biodiesel
dan bioethanol. Peranan industri ini semakin penting mengingat kondisi saat ini
harga minyak mentah berfluktuasi dan cenderung naik dan ketersediaannya semakin
terbatas.
Kondisi
dan kelangkaan BBM yang kini terjadi hendaknya dijadikan momentum bagi pemerintah
untuk menyiapkan kebijakan yang mendukung penggunaan biodiesel dan bioetanol. Biodiesel
dibuat dari minyak nabati seperti minyak kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, kapok,
nyamplung, dan sebagainya. Sedangkan bioetanol dibuat dari bahan-bahan bergula atau
berpati seperti tetes tebu, nira sorgum, nira nipah, singkong, ganyong, ubi
jalar, dan tumbuhan lainnya. Peranan kedua jenis bahan bakar alternatif itu ke
depan akan sangat penting dalam mengatasi masalah krisis energi di Indonesia.
Selain mendukung mekanisme pembangunan bersih, sebagaimana dicanangkan dalam
Protokol Kyoto, pemanfaatan kedua bahan bakar hayati itu juga akan meningkatkan
perekonomian Indonesia.
Biofuel sendiri pada awalnya terlihat
menjanjikan masa depan yang baik bagi dunia. Biofuel atau Bahan
bakar nabati (BBN) memiliki beberapa keunggulan baik di sektor ekonomi maupun
sektor lingkungan. Dalam laporan yang ditulis oleh Steven E. Sexton and David
Zilberman yang berjudul “Report to the Renewable Fuels Agency” pada 19 Mei
2008 dari Departemen Pertanian dan Sumber daya ekonomi Universitas California,
Berkeley disebutkan setidaknya ada tiga hal yang menjadi alasan penggunaan BBN.
Ketiga-tiganya adalah ketahanan energi, perkembangan perdesaan dan pengurangan
gas rumah kaca. Pengembangan pedesaan dimana penduduknya merupakan petani dapat
menikmati harga komoditas yang tinggi akibat permintaan yang lebih banyak dari
industri BBN.
Dari segi ekonomi,
produksi biofuel dapat menyerap tenaga kerja sehingga dapat menurunkan angka
pengangguran di Indonesia. Selain krisis energi, di Indonesia juga mengalami
krisis lingkungan akibat tergusurnya lahan pertanian oleh pembangunan industri.
Oleh karena itu, kita bisa mengalihkan pembangunan Industri tidak ramah
lingkungan dengan industri produksi biofuel.
Untuk ketahanan energi
sendiri karena produksi BBN yang bisa dilakukan di setiap Negara, masing-masing
Negara mencoba untuk menjadi mandiri dan tidak tergantung akan pasokan impor
minyak dari Negara pengekspor. Dalam laman Kompas.com, Indonesia sendiri pada
kebijakan September 2013 ini menargetkan penghematan impor BBM (Bahan Bakar
Minyak) solar sebesar 1,3 juta kl hingga akhir tahun ini dan 4,4 juta kl pada
tahun 2014 atau 5,6 juta kl yang akan menghemat APBN sebesar USD 4,096.
Sementara dalih penggunaan BBN yang klasik yaitu berupa pengurangan efek rumah
kaca. BBN sendiri dapat menghasilkan lebih sedikit emisi dibandingkan BBM.
Sementara itu dengan penanaman tanaman penghasil BBN diharapkan emisi yang
dikeluarkan dapat diolah kembali menjadi BBN karena tanaman sendiri menyerap
dan menggunakan CO2 yang merupakan emisi pembakaran BBN.
Penggunaan etanol yang terbuat dari
fermentasi zat pati sebagai bahan bakar pengganti dari bensin juga dapat
mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebanyak 10-20 persen . Namun penelitian
terdahulu belum memperhitungkan penggunaan lahan pertanian untuk dialih
fungsikan menjadi lahan budi daya tanaman bahan bakar. Penanaman tanaman bahan
bakar memanfaatkan lahan kosong yang tidak digarap, tanpa membuka lahan hutan
dan padang savanna akan menghasilkan GRK yang lebih kecil bila di bandingkan
dengan bahan bakar fosil.
2.2 Kelebihan Biofuel Alga
Krisis energi
menjadi tantangan baru bagi ilmuan untuk dapat menghasilkan sumber energi
alternatif. Bahan bakar terbarukan menjadi tujuan yang harus dikejar. Sumber
bahan bakar terbarukan diharapkan dapat mencegah krisis energi dan mengurangi
produksi gas rumah kaca. Berbagai sumber telah dicoba, jagung misalnya yang
dijadikan untuk etanol dan kedelai untuk biodiesel. Tetapi untuk dapat memenuhi
kebutuhan dunia, peneliti harus memiliki cara untuk menghasilkan biofuel
sebanyak mungkin dan memerlukan ruang produksi yang sedikit. Alga, tidak
seperti jagung atau kedelai, alga dapat menggunakan sumber air dari limbah
sampai air payau. Alga juga dapat tumbuh pada plot yang kecil dan intensif. Alga
dapat menghasilkan CO2 ketika dibakar, namun juga dapat menyerap CO2
ketika tumbuh. Siklus ini tentunya tidak dapat dilakukan oleh bahan bakar
fosil. Peneliti sedang melakukan penelitian genom Nannochloropsis gadinata
yang diduga mampu menghasilkan panen lemak dengan jumlah yang dibutuhkan
sebagai sumber energi. Analisis lebih lanjut mengungkapkan bahwa dengan
modifikasi genetik, N gadinata harus mampu menghasilkan biofuel untuk
skala industri. Hal ini merupakan masa depan dalam penelitian dan produksi bahan
bakar.
Istilah “alga”
meliputi berbagai organisme ditemukan dekat badan air di seluruh dunia. Spesies
alga diperkirakan berjumlah mencapai puluhan ribu. Meskipun kebanyakan alga
fotosintesis atau autotrof, beberapa heterotrofik, energi berasal dari
penyerapan karbon organik seperti bahan selulosa. Karena alga secara alami
mampu mereplikasi cepat dan menghasilkan minyak, protein, alkohol, dan
biomassa, mereka telah menarik perhatian para peneliti dan produsen industri
mencari alternatif untuk minyak.
Makroalga digunakan di beberapa negara sebagai bahan makanan dan fertilizer,
dan juga menyediakan berbagai keuntungan untuk lingkungan,termasuk habitat
hewan aquatik. Mikroalga sering diklasifikasi menurut warna, yaitu hijau,
kuning- hijau, keemasan, merah dan coklat. Diatom, dinoflagellata termasuk alga
biru-hijau, atau Cyanobacteria yang mana mikroorganismenya berhubungan
dengan eukariotik alga-mikroalga. Jenis alga yang dapat memproduksi biofuel
adalah Botryococcus braunii, Chlorella, Dunaliella tertiolecta,
Gracilaria, Pleurochrysis carterae dan Sargassum
Alga berkembang pada karbon organik atau CO2 dan nutrisi seperti
nitrogen dan fosfor. Ketersediaan sinar matahari, karbon dan nutrisi mempengaruhi
pertumbuhan metabolisme alga dan apakah mereka menghasilkan lipid atau
karbohidrat. Namun, manipulasi nutrisi belum terbukti berhasil meningkatkan
produktivitas alga. Para peneliti, misalnya, telah menemukan bahwa ketika alga
alami menghasilkan hidrokarbon (molekul yang dapat menggantikan minyak bumi
saat ini) pertumbuhan dan reproduksinya terbatas.
Tujuan penelitian bioteknologi termasuk menemukan cara untuk meningkatkan
tingkat reproduksi, meningkatkan metabolisme masukan, dan meningkatkan produksi
minyak yang diinginkan, bahan bakar kelas alkohol, atau protein pada spesies
yang berguna. Para peneliti telah menemukan bahwa spesies alga banyak
beradaptasi dengan rekayasa genetika, mengekspresikan protein kompleks dan
mengumpulkan protein rekombinan ke tingkat yang sangat tinggi.
Bioteknologi sudah digunakan dalam sequencing genom spesies alga. Genomic Data
membantu peneliti dalam memahami proses metabolisme di mana alga mengkonversi
karbon dan nutrisi ke lipid atau karbohidrat. Pemahaman yang lebih besar dari
metabolisme alga dan reaksi terhadap kondisi pertumbuhan akan menginformasikan
penelitian lebih lanjut. Teknik rekayasa genetika saat ini digunakan dalam
bioteknologi tanaman dan mikroba, termasuk biologi sintetik dan rekayasa
metabolik, kemudian digunakan untuk memungkinkan alga untuk lebih diduga
memproduksi lipid yang diinginkan untuk menghasilkan biofuel, alkohol, protein,
enzim dan molekul lainnya, atau karbohidrat yang kaya biomassa untuk bioproses.
Penelitian bioteknologi penting, tidak hanya dalam tahap awal pengembangan
biofuel alga, tetapi juga dalam mengoptimalkan strain alga untuk rekayasa
mekanik dan pengolahan kebutuhan produksi biofuel. Strain alga yang digunakan
dalam proses industri harus sesuai panen dan persyaratan molekul pemulihan
(seperti panas tinggi dan tekanan yang digunakan dalam pemisahan mekanik) yang
mungkin tidak alami sifat.
2.4. Pengembangan Komersial
Perusahaan
biofuel sedang mencari skala produksi komersial dari alga dan mengejar beberapa
teknik pendekatan (misalnya dengan menggunakan sistem kolam tertutup dan sistem
kolam terbuka) untuk desain sistem ekonomis bagi alga yang tumbuh. Dalam sistem
tertutup, kondisi pertumbuhan alga dapat diatur. Sistem tertutup mencakup
fotobioreaktor untuk strain alga fotosintetik dan tradisional bioreaktor
(tangki tertutup seperti yang digunakan dalam fermentasi dan pertumbuhan
mikroba lainnya) untuk strain alga yang memakan gula.
Sistem kolam terbuka telah
digunakan di banyak rangkaian, tapi bisa peka terhadap berbagai faktor
lingkungan, seperti invasi oleh strain alga lain atau variasi nutrisi
ketersediaan, panas dan cahaya. Karena mikroalga dapat tersebar oleh angin atau
fauna, sistem kolam terbuka dapat memperkenalkan strain alga terhadap
lingkungan sekitarnya. Kemungkinan penyebaran dengan metode ini setara dengan
strain alam dan biotek.
Potensi dampak pada lingkungan
di sekitarnya juga setara untuk alam dan strain alga biotek. Tambak dengan
sistem tertutup oleh film plastik tipis dan kombinasi tertutup atau sistem
terbuka sedang dikembangkan untuk mengendalikan beberapa faktor. Salah satu
faktor penting dalam komersialisasi adalah pengembangan sistem pemanenan
ekonomis dan daur ulang biomassa sisa setelah biofuel diekstrak.
2.5. Biofuels (Potensi Alga)
Biofuel adalah bahan bakar atau sumber energi yang berasal dari bahan organik
yang dibuat dari tumbuhan maupun hewan. Biofuel mempunyai sifat dapat
diperbaharui, artinya bahan bakar ini dapat dibuat oleh manusia dari
bahan-bahan yang bisa ditumbuhkan atau dibiakkan. Salah satunya adalah alga
yang dapat menghasilkan lipid dan karbohidrat untuk dijadikan sumber energi
seperti bioetanol dan biodiesel (Bachtiar, 2007).
Kebanyakan alga merupakan organisme bersel tunggal yang tumbuh baik di laut
(air asin) atau lingkungan air tawar. Kebanyakan strain fotosintesis dan
merupakan tanaman tercepat di dunia berkembang. Seperti tanaman lain, mereka
mengkonversi sinar matahari, air, CO2, dan nutrisi lainnya menjadi energi
dan biomassa dan melepaskan sejumlah besar oksigen ke atmosfer. Sejumlah strain
alga dan organisme laut memperoleh energi dari karbon organik, bukan karbon
atmosfer (melalui fotosintesis). Ada lebih dari 65.000 species alga, termasuk
varietas yang berbeda seperti merah, hijau, coklat, dan biru-hijau
(cyanobacteria).
2.6. Potensi Persiapan Biofuel
Alga
penting dalam banyak penggunaan komersial untuk memproduksi suplemen gizi,
untuk mengobati limbah, dan sebagai zat pewarna. Salah satu penggunaan yang
paling menjanjikan dari alga adalah sebagai bahan baku untuk biofuel
terbarukan. Minyak nabati dari alga dapat digunakan secara langsung (minyak
sayur lurus yang diester menjadi biodiesel) atau disempurnakan menjadi berbagai
biofuel, termasuk diesel terbarukan dan bahan bakar jet, di samping bahan-bahan
kimia lainnya untuk produk seperti kosmetik.
Karbohidrat
(gula) dari alga dapat difermentasi untuk membuat biofuel tambahan, termasuk
etanol dan butanol, serta produk-produk lain seperti plastik dan biokimia.
Biomassa dari alga dapat digunakan untuk minyak pirolisis atau gabungan panas
dan pembangkit listrik. Alga yang secara langsung menggantikan bahan bakar
minyak bumi, diesel dan bahan bakar jet tanpa modifikasi mesin. Alga memenuhi semua
spesifikasi untuk bahan bakar minyak bumi.
Alga sebagai Penghasil Bioetanol dan Biodiesel
(Biofuel)
Bioetanol berkadar 99% sebanyak satu
liter, hanya memerlukan 0,67 kg alga. Pemanfaatan alga Spirogyra sp
untuk membuat bioetanol karena relatif mudah memperolehnya. Kandungan
karbohidrat mencapai 64%, hampir 3 kali lipat karbohidrat singkong, yang
rata-ratanya hanya 25%. Alga yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi cocok
untuk bioetanol. Minimal mengandung 25% karbohidrat. Sejatinya lemak bisa
diolah menjadi biodiesel, tapi kandungannya paling tidak 30%. Spirogyra
sp menyimpan karbohidrat sebanyak 33-64% dan 11-21% lemak sehingga cocok
sebagai bahan baku bioetanol (Soerawidjaja, 2005).
Jenis karbohidrat dalam Spirogyra sp. adalah amilum alias zat tepung.
Zat tepung tergolong polimer alam dengan ukuran molekul besar yang tersusun
oleh monomer glikosida. Sel tidak mampu memanfaatkan amilum secara langsung
untuk itu perlu menambahkan 0,12% enzim alfa-amilase untuk menguraikan ikatan polimer
amilum menjadi gula berbentuk glukosa, maltosa, dan dekstrin. Ketiga bahan
itulah yang nantinya menjadi bioetanol. Glukosa dan maltosa adalah sumber
energi bagi bakteri penghasil etanol. Bakteri itu mengubah glukosa dan maltosa
menjadi etanol dalam kondisi tertutup tanpa udara melalui proses fermentasi
sehingga dijuluki bakteri fermentor. Fermentasi tergolong proses biologis yang
melibatkan bakteri hidup sehingga etanol yang dihasilkan disebut bioetanol.
Produsen sejatinya bisa membuat etanol dengan proses fisika atau hidrasi.
Industri alkohol untuk farmasi maupun kosmetik membuat etanol dengan cara itu
lantaran prosesnya jauh lebih cepat dan efisien (Soerawidjaja, 2005).
Meskipun masih dalam tahap riset
yang mendalam, potensi alga laut sebagai penghasil bioetanol dan biodiesel
sangat menjanjikan dimasa mendatang. Negara-negara maju seperti Amerika
Serikat, Jepang dan Kanada mentargetkan mulai tahun 2025 bahan bakar hayati
(biofuel) bisa diproduksi dari budidaya cepat alga mikro yang tumbuh diperairan
tawar/asin. Keuntungan lebih yang dapat diperoleh adalah tak butuh traktor
seperti didarat, tanpa penyemaian benih, gas CO2 yang dihasilkan dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan panen yang terus-terusan (continuous) yang
dikarenakan waktu tanam alga hanya 1 minggu.
Berikut
adalah gambar skenario mekanisme pembuatan bioetanol dan biodiesel dari alga
laut.
Sumber :
Tatang H. Soerawidjaja (2005)
2.8. Keuntungan Biofuel
Alga adalah sumber daya terbarukan untuk biofuel yang dapat ditanam di lahan
non-pertanian, menggunakan air asin atau air payau. Sebuah keuntungan yang
signifikan dari penggunaan alga untuk biofuel adalah bahwa hal itu tidak perlu
menggantikan lahan pertanian yang digunakan untuk sumber makanan tumbuh. Laporan
Departemen Energi bahwa alga memiliki potensi untuk menghasilkan energi
setidaknya 30 kali lebih dari tanaman darat saat ini digunakan untuk
memproduksi biofuel.
Alga juga efisien mendaur ulang karbon atmosfer. Sementara alga berjumlah kurang
dari 2% dari karbon tanaman global, mereka menyerap dan memperbaiki hingga 50%
karbon dioksida atmosfer (30.000.000.000-50.000.000.000 metrik ton per tahun),
mengubahnya menjadi karbon organik. Melalui fotosintesis, alga memproduksi
hingga 50% oksigen global. The Environmental Protection Agency (EPA)
memperkirakan bahwa alga berbasis biodiesel dihasilkan melalui metil asam lemak
transesterifikasi (satu-satunya jenis biofuel ganggang model sampai saat ini)
dapat mengurangi emisi gas rumah kaca lebih dari 60 persen dibandingkan dengan
petroleum diesel.
2.9. Minyak Alga Menggantikan Bahan Bakar
Fosil
Ribuan item di seluruh dunia dibuat dari plastik atau bahan kimia, termasuk
yang sangat menguntungkan orang-orang dari pipa yang menyalurkan air ke wadah
yang menjaga perawatan makanan segar dan pribadi produk yang meningkatkan
kesehatan. Konsumen item yang dibuat lebih banyak tersedia, lebih efisien dan
dengan biaya yang lebih rendah melalui penggunaan plastik dan kimia bahan. Tapi
plastik dan bahan kimia yang dibuat terutama dari sumber daya fosil, minyak dan
gas alami. Volatile harga untuk bahan bakar fosil, ketidakstabilan politik di
daerah penghasil minyak bumi, dan dampak lingkungan bahan bakar fosil adalah
beberapa alasan utama produsen bahan kimia dan plastik sedang mencari
alternatif sumber daya terbarukan.
Minyak yang diproduksi oleh alga memiliki potensi untuk menggantikan sumber
daya fosil dalam banyak produk. Bahkan, menurut penelitian baru-baru ini,
banyak dari minyak bumi dan batubara menggunakan spesies alga hijau. Minyak
yang dihasilkan oleh strain alga yang berbeda berkisar dalam komposisi.
Kebanyakan seperti minyak nabati, meskipun beberapa secara kimiawi mirip
dengan hidrokarbon dalam minyak bumi. Secara umum, konsentrasi hidrokarbon yang
tinggi hanya ada dalam budaya non-alga tumbuh atau membusuk. Alga juga
memproduksi protein, dan isoprenoidnya polisakarida. Beberapa strain
gula fermentasi alga untuk menghasilkan alkohol. Kondisi pertumbuhan
(seperti cahaya dan suhu), tingkat gizi (nitrogen, garam dan silikon), dan tahap
pertumbuhan semua memiliki efek pada jenis alga yang menghasilkan minyak.
Bioteknologi digunakan untuk memahami dan mencirikan keseimbangan
minyak, protein, dan gula yang strain alga menghasilkan berbagai kondisi.
Dengan pengetahuan ini, teknik rekayasa metabolik ditargetkan dapat digunakan
untuk mengoptimalkan strain alga untuk produksi protein, asam lemak, dan gula
yang dapat digunakan sebagai blok bangunan untuk bahan kimia, plastik,
dan biofuel. Alga yang diturunkan menjadi pati, minyak dan protein dapat
digunakan dalam suplemen makanan, pakan ternak atau nutrisi. Asam lemak
dapat digunakan dalam biofuel diesel atau sebagai blok bangunan dalam campuran
kimia. Gula alga dapat dikonversi menjadi produk kimia yang dapat digunakan
untuk berbagai tujuan. Sebagai contoh, alga dapat digunakan untuk
membuat etanol, yang pada gilirannya dapat diubah menjadi polietilen.
Pemanfaatan Biofuel Alga di Indonesia
Bahan
baku berbasis biologi menawarkan keuntungan lingkungan dan ekonomi utama atas
minyak mentah dan gas alam sebagai blok bangunan untuk beberapa produk
konsumen. Pertama, alga dapat tumbuh di banyak negara di dunia sebagai
pengganti bahan bakar fosil. Alga dapat diproduksi di mana pun ada banyak sinar
matahari dan kaya nutrisi air. Tanah yang subur dan volume tinggi air
tawar tidak diperlukan. Alga tidak memerlukan area lebih cocok untuk
makanan dan produksi pakan. Kedua, bahan baku berbasis bio yang mengganti bahan
bakar fosil dalam produksi plastik, misalnya dapat mengurangi
konsentrasi atmosfer gas rumah kaca dengan memperbaiki karbon di atmosfer. Alga
dan selulosa tanaman menyerap karbon dioksida saat mereka tumbuh. Karbon yang
mereka keluarkan dari atmosfer melalui fotosintesis adalah tetap dalam
produk sampai mereka didaur ulang atau kompos. Minyak dan gas alam yang sebelumnya
digunakan dapat tetap jauh di bawah tanah.
KESIMPULAN
Berdasarkan
paparan di atas, maka akan didapatkan beberapa kesimpulan, antara lain :
a.
Keuntungan dari biofuel, sebagai salah
satu sumber energi yang dapat diperbaharui, mengurangi ketergantungan negara
terhadap impor BBM, dapat memperpanjang umur mesin, mengurangi emisi polutan,
meningkatkan perekonomian petani, dan merupakan bahan bakar yang lebih bersih
karena emisi CO2-nya dianggap nol.
b.
Berbagai dampak menguntungkan dapat
diperoleh dengan masuknya biofuel sebagai komponen bahan bakar di Indonesia
adalah pengurangan kebutuhan impor bahan bakar minyak secara nyata akan dapat
dicapai, berpotensi memberikan pendapatan kepada masyarakat dan berpeluang
menyerap tenaga kerja di pedesaan dan penanaman tanaman penghasil biofuel untuk
menghasilkan biodiesel dan bietanol mampu memperbaiki areal lahan kritis menjadi
lahan yang produktif, juga berpotensi mengurangi emisi karbon sebanyak 2.636
gram CO2 equivalent untuk setiap pembakaran 1 liter biodiesel, dengan demikian
secara global berpotensi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.