Minggu, 29 September 2013

Karya Tulis Ilmiah






ALGA, SOLUSI ENERGI MASA DEPAN
OLEH : Mahasiswa Teknik Fisika UGM
 BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Seperti kita ketahui bersama bahwa kebutuhan akan bahan bakar saat ini kian tinggi, dapat kita lihat bahwa pertumbuhan kendaraan bermotor, mobil dan motor-motor bakar lainnya yang terus meningkat tiap harinya. Hal ini tentu saja akan meningkatkan konsumsi terhadap bahan bakar mesin atau motor tersebut.
Sayangnya bahan bakar tersebut didominasi oleh bahan bakar yang berasal dari fosil. Ternyata bahan bakar jenis ini bersifat tidak terbarukan atau suatu saat akan habis jika di gunakan terus-menerus. Selain itu bahan bakar ini menghasilkan emisi gas CO2 yang merupakan gas rumah kaca. Maka di butuhkan bahan bakar alternatif untuk mengurangi bahkan mengganti bahan bakar fosil yang tak terbaharui tersebut.Belakangan ini muncul bio-fuel sebagai salah satu alternatif untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.
Biofuel adalah bahan bakar baik berupa padatan, cairan dan gas yang di hasilkan dari bahan-bahan organik, yang juga disebut non-fosil Energi. Namun ternyata, dalam pengaplikasiannya biofuel banyak mengalami kontroversi.
Biofuel atau bahan bakar yang berasal dari makhluk hidup yang digadang-gadang sebagai energi masa depan malah mengalami kebuntuan. Bagaimana tidak, penggunaan biofuel ternyata memakan banyak lahan pertanian.  Apalagi isu ketahanan makanan masih menghantui setiap Negara di dunia. Logika kasarnya kurang lebihnya seperti ini, memikirkan makan saja susah malah lahan untuk makan mau diambil buat bahan bakar.
Biofuel yang sudah bisa diproduksi masal ternyata harus memanfaatkan lahan pertanian yang menghasilkan pangan.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah Biofuel cocok diterapkan di Indonesia?
2.      Apakah kelebihan biofuel alga sebagai sumber energi masa depan?
3.      Dapatkah  biofuel alga dapat mengatasi krisis energi di Indonesia?
1.3  Tujuan
1.      Mengetahui cara mengatasi krisis energy di Indonesia.
2.      Mengetahui sumber energy yang ramah lingkungan.
3.      Mengetahui potensi alga sebagai bahan baku biofuel.
1.4  Manfaat
Paper ini bermanfaat untuk :
a.       Memberi solusi untuk mengatasi krisis energi di Indonesia
b.       
c.        
d.       
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pemanfaatan Biofuel di Indonesia
Indonesia sedang giat-giatnya mengembangkan industri biofuel dengan memproduksi biodiesel dan bioethanol. Peranan industri ini semakin penting mengingat kondisi saat ini harga minyak mentah berfluktuasi dan cenderung naik dan ketersediaannya semakin terbatas.
Kondisi dan kelangkaan BBM yang kini terjadi hendaknya dijadikan momentum bagi pemerintah untuk menyiapkan kebijakan yang mendukung penggunaan biodiesel dan bioetanol. Biodiesel dibuat dari minyak nabati seperti minyak kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, kapok, nyamplung, dan sebagainya. Sedangkan bioetanol dibuat dari bahan-bahan bergula atau berpati seperti tetes tebu, nira sorgum, nira nipah, singkong, ganyong, ubi jalar, dan tumbuhan lainnya. Peranan kedua jenis bahan bakar alternatif itu ke depan akan sangat penting dalam mengatasi masalah krisis energi di Indonesia. Selain mendukung mekanisme pembangunan bersih, sebagaimana dicanangkan dalam Protokol Kyoto, pemanfaatan kedua bahan bakar hayati itu juga akan meningkatkan perekonomian Indonesia.
Biofuel sendiri pada awalnya  terlihat menjanjikan masa depan yang baik bagi dunia. Biofuel atau Bahan bakar nabati (BBN) memiliki beberapa keunggulan baik di sektor ekonomi maupun sektor lingkungan. Dalam laporan yang ditulis oleh Steven E. Sexton and David Zilberman yang berjudul “Report to the Renewable Fuels Agency” pada 19 Mei 2008 dari Departemen Pertanian dan Sumber daya ekonomi Universitas California, Berkeley disebutkan setidaknya ada tiga hal yang menjadi alasan penggunaan BBN. Ketiga-tiganya adalah ketahanan energi, perkembangan perdesaan dan pengurangan gas rumah kaca. Pengembangan pedesaan dimana penduduknya merupakan petani dapat menikmati harga komoditas yang tinggi akibat permintaan yang lebih banyak dari industri BBN.
Dari segi ekonomi, produksi biofuel dapat menyerap tenaga kerja sehingga dapat menurunkan angka pengangguran di Indonesia. Selain krisis energi, di Indonesia juga mengalami krisis lingkungan akibat tergusurnya lahan pertanian oleh pembangunan industri. Oleh karena itu, kita bisa mengalihkan pembangunan Industri tidak ramah lingkungan dengan industri produksi biofuel.
Untuk ketahanan energi sendiri karena produksi BBN yang bisa dilakukan di setiap Negara, masing-masing Negara mencoba untuk menjadi mandiri dan tidak tergantung akan pasokan impor minyak dari Negara pengekspor. Dalam laman Kompas.com, Indonesia sendiri pada kebijakan September 2013 ini menargetkan penghematan impor BBM (Bahan Bakar Minyak) solar sebesar 1,3 juta kl hingga akhir tahun ini dan 4,4 juta kl pada tahun 2014 atau 5,6 juta kl yang akan menghemat APBN sebesar USD 4,096. Sementara dalih penggunaan BBN yang klasik yaitu berupa pengurangan efek rumah kaca. BBN sendiri dapat menghasilkan lebih sedikit emisi dibandingkan BBM. Sementara itu dengan penanaman tanaman penghasil BBN diharapkan emisi yang dikeluarkan dapat diolah kembali menjadi BBN karena tanaman sendiri menyerap dan menggunakan CO2 yang merupakan emisi pembakaran BBN.
Penggunaan etanol yang terbuat dari fermentasi zat pati sebagai bahan bakar pengganti dari bensin juga dapat mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebanyak 10-20 persen . Namun penelitian terdahulu belum memperhitungkan penggunaan lahan pertanian untuk dialih fungsikan menjadi lahan budi daya tanaman bahan bakar. Penanaman tanaman bahan bakar memanfaatkan lahan kosong yang tidak digarap, tanpa membuka lahan hutan dan padang savanna akan menghasilkan GRK yang lebih kecil bila di bandingkan dengan bahan bakar fosil.
2.2 Kelebihan Biofuel Alga
Krisis energi menjadi tantangan baru bagi ilmuan untuk dapat menghasilkan sumber energi alternatif. Bahan bakar terbarukan menjadi tujuan yang harus dikejar. Sumber bahan bakar terbarukan diharapkan dapat mencegah krisis energi dan mengurangi produksi gas rumah kaca. Berbagai sumber telah dicoba, jagung misalnya yang dijadikan untuk etanol dan kedelai untuk biodiesel. Tetapi untuk dapat memenuhi kebutuhan dunia, peneliti harus memiliki cara untuk menghasilkan biofuel sebanyak mungkin dan memerlukan ruang produksi yang sedikit. Alga, tidak seperti jagung atau kedelai, alga dapat menggunakan sumber air dari limbah sampai air payau. Alga juga dapat tumbuh pada plot yang kecil dan intensif. Alga dapat menghasilkan CO2 ketika dibakar, namun juga dapat menyerap CO2 ketika tumbuh. Siklus ini tentunya tidak dapat dilakukan oleh bahan bakar fosil. Peneliti sedang melakukan penelitian genom Nannochloropsis gadinata yang diduga mampu menghasilkan panen lemak dengan jumlah yang dibutuhkan sebagai sumber energi. Analisis lebih lanjut mengungkapkan bahwa dengan modifikasi genetik, N gadinata harus mampu menghasilkan biofuel untuk skala industri. Hal ini merupakan masa depan dalam penelitian dan produksi bahan bakar.
Istilah “alga” meliputi berbagai organisme ditemukan dekat badan air di seluruh dunia. Spesies alga diperkirakan berjumlah mencapai puluhan ribu. Meskipun kebanyakan alga fotosintesis atau autotrof, beberapa heterotrofik, energi berasal dari penyerapan karbon organik seperti bahan selulosa. Karena alga secara alami mampu mereplikasi cepat dan menghasilkan minyak, protein, alkohol, dan biomassa, mereka telah menarik perhatian para peneliti dan produsen industri mencari alternatif untuk minyak.
            Makroalga digunakan di beberapa negara sebagai bahan makanan dan fertilizer, dan juga menyediakan berbagai keuntungan untuk lingkungan,termasuk habitat hewan aquatik. Mikroalga sering diklasifikasi menurut warna, yaitu hijau, kuning- hijau, keemasan, merah dan coklat. Diatom, dinoflagellata termasuk alga biru-hijau, atau Cyanobacteria yang mana mikroorganismenya berhubungan dengan eukariotik alga-mikroalga. Jenis alga yang dapat memproduksi biofuel adalah Botryococcus braunii, Chlorella, Dunaliella tertiolecta, Gracilaria, Pleurochrysis carterae dan Sargassum
              Alga berkembang pada karbon organik atau CO2 dan nutrisi seperti nitrogen dan fosfor. Ketersediaan sinar matahari, karbon dan nutrisi mempengaruhi pertumbuhan metabolisme alga dan apakah mereka menghasilkan lipid atau karbohidrat. Namun, manipulasi nutrisi belum terbukti berhasil meningkatkan produktivitas alga. Para peneliti, misalnya, telah menemukan bahwa ketika alga alami menghasilkan hidrokarbon (molekul yang dapat menggantikan minyak bumi saat ini) pertumbuhan dan reproduksinya terbatas.
              Tujuan penelitian bioteknologi termasuk menemukan cara untuk meningkatkan tingkat reproduksi, meningkatkan metabolisme masukan, dan meningkatkan produksi minyak yang diinginkan, bahan bakar kelas alkohol, atau protein pada spesies yang berguna. Para peneliti telah menemukan bahwa spesies alga banyak beradaptasi dengan rekayasa genetika, mengekspresikan protein kompleks dan mengumpulkan protein rekombinan ke tingkat yang sangat tinggi.
              Bioteknologi sudah digunakan dalam sequencing genom spesies alga. Genomic Data membantu peneliti dalam memahami proses metabolisme di mana alga mengkonversi karbon dan nutrisi ke lipid atau karbohidrat. Pemahaman yang lebih besar dari metabolisme alga dan reaksi terhadap kondisi pertumbuhan akan menginformasikan penelitian lebih lanjut. Teknik rekayasa genetika saat ini digunakan dalam bioteknologi tanaman dan mikroba, termasuk biologi sintetik dan rekayasa metabolik, kemudian digunakan untuk memungkinkan alga untuk lebih diduga memproduksi lipid yang diinginkan untuk menghasilkan biofuel, alkohol, protein, enzim dan molekul lainnya, atau karbohidrat yang kaya biomassa untuk bioproses.
              Penelitian bioteknologi penting, tidak hanya dalam tahap awal pengembangan biofuel alga, tetapi juga dalam mengoptimalkan strain alga untuk rekayasa mekanik dan pengolahan kebutuhan produksi biofuel. Strain alga yang digunakan dalam proses industri harus sesuai panen dan persyaratan molekul pemulihan (seperti panas tinggi dan tekanan yang digunakan dalam pemisahan mekanik) yang mungkin tidak alami sifat.
2.4. Pengembangan Komersial
           Perusahaan biofuel sedang mencari skala produksi komersial dari alga dan mengejar beberapa teknik pendekatan (misalnya dengan menggunakan sistem kolam tertutup dan sistem kolam terbuka) untuk desain sistem ekonomis bagi alga yang tumbuh. Dalam sistem tertutup, kondisi pertumbuhan alga dapat diatur. Sistem tertutup mencakup fotobioreaktor untuk strain alga fotosintetik dan tradisional bioreaktor (tangki tertutup seperti yang digunakan dalam fermentasi dan pertumbuhan mikroba lainnya) untuk strain alga yang memakan gula.
Sistem kolam terbuka telah digunakan di banyak rangkaian, tapi bisa peka terhadap berbagai faktor lingkungan, seperti invasi oleh strain alga lain atau variasi nutrisi ketersediaan, panas dan cahaya. Karena mikroalga dapat tersebar oleh angin atau fauna, sistem kolam terbuka dapat memperkenalkan strain alga terhadap lingkungan sekitarnya. Kemungkinan penyebaran dengan metode ini setara dengan strain alam dan biotek.
Potensi dampak pada lingkungan di sekitarnya juga setara untuk alam dan strain alga biotek. Tambak dengan sistem tertutup oleh film plastik tipis dan kombinasi tertutup atau sistem terbuka sedang dikembangkan untuk mengendalikan beberapa faktor. Salah satu faktor penting dalam komersialisasi adalah pengembangan sistem pemanenan ekonomis dan daur ulang biomassa sisa setelah biofuel diekstrak.
2.5. Biofuels (Potensi Alga)
            Biofuel adalah bahan bakar atau sumber energi yang berasal dari bahan organik yang dibuat dari tumbuhan maupun hewan. Biofuel mempunyai sifat dapat diperbaharui, artinya bahan bakar ini dapat dibuat oleh manusia dari bahan-bahan yang bisa ditumbuhkan atau dibiakkan. Salah satunya adalah alga yang dapat menghasilkan lipid dan karbohidrat untuk dijadikan sumber energi seperti bioetanol dan biodiesel (Bachtiar, 2007).
              Kebanyakan alga merupakan organisme bersel tunggal yang tumbuh baik di laut (air asin) atau lingkungan air tawar. Kebanyakan strain fotosintesis dan merupakan tanaman tercepat di dunia berkembang. Seperti tanaman lain, mereka mengkonversi sinar matahari, air, CO2, dan nutrisi lainnya menjadi energi dan biomassa dan melepaskan sejumlah besar oksigen ke atmosfer. Sejumlah strain alga dan organisme laut memperoleh energi dari karbon organik, bukan karbon atmosfer (melalui fotosintesis). Ada lebih dari 65.000 species alga, termasuk varietas yang berbeda seperti merah, hijau, coklat, dan biru-hijau (cyanobacteria).
 2.6. Potensi Persiapan Biofuel
        Alga penting dalam banyak penggunaan komersial untuk memproduksi suplemen gizi, untuk mengobati limbah, dan sebagai zat pewarna. Salah satu penggunaan yang paling menjanjikan dari alga adalah sebagai bahan baku untuk biofuel terbarukan. Minyak nabati dari alga dapat digunakan secara langsung (minyak sayur lurus yang diester menjadi biodiesel) atau disempurnakan menjadi berbagai biofuel, termasuk diesel terbarukan dan bahan bakar jet, di samping bahan-bahan kimia lainnya untuk produk seperti kosmetik.
         Karbohidrat (gula) dari alga dapat difermentasi untuk membuat biofuel tambahan, termasuk etanol dan butanol, serta produk-produk lain seperti plastik dan biokimia. Biomassa dari alga dapat digunakan untuk minyak pirolisis atau gabungan panas dan pembangkit listrik. Alga yang secara langsung menggantikan bahan bakar minyak bumi, diesel dan bahan bakar jet tanpa modifikasi mesin. Alga memenuhi semua spesifikasi untuk bahan bakar minyak bumi.
Alga sebagai Penghasil Bioetanol dan Biodiesel (Biofuel)
            Bioetanol berkadar 99% sebanyak satu liter, hanya memerlukan 0,67 kg alga. Pemanfaatan alga Spirogyra sp untuk membuat bioetanol karena relatif mudah memperolehnya. Kandungan karbohidrat mencapai 64%, hampir 3 kali lipat karbohidrat singkong, yang rata-ratanya hanya 25%. Alga yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi cocok untuk bioetanol. Minimal mengandung 25% karbohidrat. Sejatinya lemak bisa diolah menjadi biodiesel, tapi kandungannya paling tidak 30%. Spirogyra sp menyimpan karbohidrat sebanyak 33-64% dan 11-21% lemak sehingga cocok sebagai bahan baku bioetanol (Soerawidjaja, 2005).
            Jenis karbohidrat dalam Spirogyra sp. adalah amilum alias zat tepung. Zat tepung tergolong polimer alam dengan ukuran molekul besar yang tersusun oleh monomer glikosida. Sel tidak mampu memanfaatkan amilum secara langsung untuk itu perlu menambahkan 0,12% enzim alfa-amilase untuk menguraikan ikatan polimer amilum menjadi gula berbentuk glukosa, maltosa, dan dekstrin. Ketiga bahan itulah yang nantinya menjadi bioetanol. Glukosa dan maltosa adalah sumber energi bagi bakteri penghasil etanol. Bakteri itu mengubah glukosa dan maltosa menjadi etanol dalam kondisi tertutup tanpa udara melalui proses fermentasi sehingga dijuluki bakteri fermentor. Fermentasi tergolong proses biologis yang melibatkan bakteri hidup sehingga etanol yang dihasilkan disebut bioetanol. Produsen sejatinya bisa membuat etanol dengan proses fisika atau hidrasi. Industri alkohol untuk farmasi maupun kosmetik membuat etanol dengan cara itu lantaran prosesnya jauh lebih cepat dan efisien (Soerawidjaja, 2005).
            Meskipun masih dalam tahap riset yang mendalam, potensi alga laut sebagai penghasil bioetanol dan biodiesel sangat menjanjikan dimasa mendatang. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan Kanada mentargetkan mulai tahun 2025 bahan bakar hayati (biofuel) bisa diproduksi dari budidaya cepat alga mikro yang tumbuh diperairan tawar/asin. Keuntungan lebih yang dapat diperoleh adalah tak butuh traktor seperti didarat, tanpa penyemaian benih, gas CO2 yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan panen yang terus-terusan (continuous) yang dikarenakan waktu tanam alga hanya 1 minggu.
Berikut adalah gambar skenario mekanisme pembuatan bioetanol dan biodiesel dari alga laut.
Sumber : Tatang H. Soerawidjaja (2005)
2.8. Keuntungan Biofuel
              Alga adalah sumber daya terbarukan untuk biofuel yang dapat ditanam di lahan non-pertanian, menggunakan air asin atau air payau. Sebuah keuntungan yang signifikan dari penggunaan alga untuk biofuel adalah bahwa hal itu tidak perlu menggantikan lahan pertanian yang digunakan untuk sumber makanan tumbuh. Laporan Departemen Energi bahwa alga memiliki potensi untuk menghasilkan energi setidaknya 30 kali lebih dari tanaman darat saat ini digunakan untuk memproduksi biofuel.
              Alga juga efisien mendaur ulang karbon atmosfer. Sementara alga berjumlah kurang dari 2% dari karbon tanaman global, mereka menyerap dan memperbaiki hingga 50% karbon dioksida atmosfer (30.000.000.000-50.000.000.000 metrik ton per tahun), mengubahnya menjadi karbon organik. Melalui fotosintesis, alga memproduksi hingga 50% oksigen global. The Environmental Protection Agency (EPA) memperkirakan bahwa alga berbasis biodiesel dihasilkan melalui metil asam lemak transesterifikasi (satu-satunya jenis biofuel ganggang model sampai saat ini) dapat mengurangi emisi gas rumah kaca lebih dari 60 persen dibandingkan dengan petroleum diesel.
2.9. Minyak Alga Menggantikan Bahan Bakar Fosil
              Ribuan item di seluruh dunia dibuat dari plastik atau bahan kimia, termasuk yang sangat menguntungkan orang-orang dari pipa yang menyalurkan air ke wadah yang menjaga perawatan makanan segar dan pribadi produk yang meningkatkan kesehatan. Konsumen item yang dibuat lebih banyak tersedia, lebih efisien dan dengan biaya yang lebih rendah melalui penggunaan plastik dan kimia bahan. Tapi plastik dan bahan kimia yang dibuat terutama dari sumber daya fosil, minyak dan gas alami. Volatile harga untuk bahan bakar fosil, ketidakstabilan politik di daerah penghasil minyak bumi, dan dampak lingkungan bahan bakar fosil adalah beberapa alasan utama produsen bahan kimia dan plastik sedang mencari alternatif sumber daya terbarukan.
              Minyak yang diproduksi oleh alga memiliki potensi untuk menggantikan sumber daya fosil dalam banyak produk. Bahkan, menurut penelitian baru-baru ini, banyak dari minyak bumi dan batubara menggunakan spesies alga hijau. Minyak yang dihasilkan oleh strain alga yang berbeda berkisar dalam komposisi. Kebanyakan seperti minyak nabati, meskipun beberapa secara kimiawi mirip dengan hidrokarbon dalam minyak bumi. Secara umum, konsentrasi hidrokarbon yang tinggi hanya ada dalam budaya non-alga tumbuh atau membusuk. Alga juga memproduksi protein, dan isoprenoidnya polisakarida. Beberapa strain gula fermentasi alga untuk menghasilkan alkohol. Kondisi pertumbuhan (seperti cahaya dan suhu), tingkat gizi (nitrogen, garam dan silikon), dan tahap pertumbuhan semua memiliki efek pada jenis alga yang menghasilkan minyak.
              Bioteknologi digunakan untuk memahami dan mencirikan keseimbangan minyak, protein, dan gula yang strain alga menghasilkan berbagai kondisi. Dengan pengetahuan ini, teknik rekayasa metabolik ditargetkan dapat digunakan untuk mengoptimalkan strain alga untuk produksi protein, asam lemak, dan gula yang dapat digunakan sebagai blok bangunan untuk bahan kimia, plastik, dan biofuel. Alga yang diturunkan menjadi pati, minyak dan protein dapat digunakan dalam suplemen makanan, pakan ternak atau nutrisi. Asam lemak dapat digunakan dalam biofuel diesel atau sebagai blok bangunan dalam campuran kimia. Gula alga dapat dikonversi menjadi produk kimia yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Sebagai contoh, alga dapat digunakan untuk membuat etanol, yang pada gilirannya dapat diubah menjadi polietilen.
Pemanfaatan Biofuel Alga di Indonesia
         Bahan baku berbasis biologi menawarkan keuntungan lingkungan dan ekonomi utama atas minyak mentah dan gas alam sebagai blok bangunan untuk beberapa produk konsumen. Pertama, alga dapat tumbuh di banyak negara di dunia sebagai pengganti bahan bakar fosil. Alga dapat diproduksi di mana pun ada banyak sinar matahari dan kaya nutrisi air. Tanah yang subur dan volume tinggi air tawar tidak diperlukan. Alga tidak memerlukan area lebih cocok untuk makanan dan produksi pakan. Kedua, bahan baku berbasis bio yang mengganti bahan bakar fosil dalam produksi plastik, misalnya dapat mengurangi konsentrasi atmosfer gas rumah kaca dengan memperbaiki karbon di atmosfer. Alga dan selulosa tanaman menyerap karbon dioksida saat mereka tumbuh. Karbon yang mereka keluarkan dari atmosfer melalui fotosintesis adalah tetap dalam produk sampai mereka didaur ulang atau kompos. Minyak dan gas alam yang sebelumnya digunakan dapat tetap jauh di bawah tanah.

KESIMPULAN
Berdasarkan paparan di atas, maka akan didapatkan beberapa kesimpulan, antara lain :
a.       Keuntungan dari biofuel, sebagai salah satu sumber energi yang dapat diperbaharui, mengurangi ketergantungan negara terhadap impor BBM, dapat memperpanjang umur mesin, mengurangi emisi polutan, meningkatkan perekonomian petani, dan merupakan bahan bakar yang lebih bersih karena emisi CO2-nya dianggap nol.
b.      Berbagai dampak menguntungkan dapat diperoleh dengan masuknya biofuel sebagai komponen bahan bakar di Indonesia adalah pengurangan kebutuhan impor bahan bakar minyak secara nyata akan dapat dicapai, berpotensi memberikan pendapatan kepada masyarakat dan berpeluang menyerap tenaga kerja di pedesaan dan penanaman tanaman penghasil biofuel untuk menghasilkan biodiesel dan bietanol mampu memperbaiki areal lahan kritis menjadi lahan yang produktif, juga berpotensi mengurangi emisi karbon sebanyak 2.636 gram CO2 equivalent untuk setiap pembakaran 1 liter biodiesel, dengan demikian secara global berpotensi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar